Dongeng - Burung bangau yang membalas budi
Daftar Isi
Burung bangau yang membalas budi
Dahulu kala ada seorang pemuda berwatak jujur yang tinggal di daerah pedesaan jepang. Pada suatu hari, ketika ia sedang membajak sawahnya, seekor burung bangau putih polos jatuh tersunjam-sunjam dari langit ke dekatnya. Salah satu sayapnya terlukai, pemuda itu segera menyelidiki burung bangau itu. ternyata ada panah yang tertancap di salah satu sayapnya.
“kasihan! Inilah sebabnya kau tak dapat terbang,” kata pemuda itu sambil mencabut anak panah itu, sekaligus luka bangau itu di cucinya. Sesaat kemudian, burung bangau pulih kembali, berkepak-kepak, tanda girangnya. Lalu terbang lagi.
“hati-hatilah, jangan sampai terkena panah lagi,” seru pemuda itu ketika burung bangau itu mengitari kepalanya tiga kali, seolah-olah ingin mengucapkan terima kasih. Lalu, menghilanglah burung itu terbang di langit.
Waktu hari mulai malam dan bintang-bintang mulai tampak, pemuda mulai menghentikan pekerjaannya dan ia kembali ke rumahnya. Alangkah herannya ketika di lihatnya seorang gadis remaja cantik jelita berdiri di muka pintu rumahnya.
“terima kasih atas jasa yang anda berikan hari ini,” kata gadis itu menyambutnya.
Pemuda itu tercengang-cengang. Mungkinkah ia pulang ke rumah yang salah?
“inilah rumah anda dan saya istri anda,” kata gadis itu tersenyum-senyum manis.
“mustahil,” seru pemuda itu. “saya pemuda yang miskin. Tak akan ada wanita yang mau kawin denga saya. Lagi pula, nafkah saya hanya cukup untuk makan seorang saja!”
“jangan khawatir,” jawab gadis itu. “saya membawa nasi.” Sambil berkata demikian di keluarkannya nasi dari sebuah dan di perlihatkan kepada pemuda yang seakan-akan kehilangan akalnya.
Jejaka itu akhirnya menurut, lalu katanya, “aneh betul, anda meminta saya agar saya kawin dengan anda. Jika anda mau begitu, terserahlah.”
Gadis dan pemuda yang miskin itu mulailah hidup bersama. Anehnya, kantung nasi kecil yang di bawa gadis itu selalu berisi nasi cukup dan tidak pernah kosong sehingga mereka tidak pernah kekurangan.
Setahun berlalu. Pada suatu hari, wanita itu meminta pada suaminya agar baginya di sediakan tempat bertenun. Pria itu kemudian meminjam uang dan membangun kamar yang di minta istrinya.
Ketika memasuki kamar, wanita itu berpesan pada suaminya, “sekali-kali janganlah masuk dan melihat apa yang aku kerjakan disini selama tujuh hari tujuh malam.”
Selama tujuh hari tujuh malam hanya terdengar suara alat tenun dari ruangang itu. laki-laki itu merasa seolah-olah harus menanti tujuh tahu. Karean mengingat pesan istrinya, ia berkuat kemauan dan melepas keinginannya untuk mengintip.
Lepas tujuh hari tujuh malam , wanita itu keluar dari kamarnya. Tampaknya ia letih sekali, di tangannya di bawanya segulung kain yang indah sekali.
“ini,” katanya pada suaminya. :saya telah menenun segulung kain tenun. Bawalah ke pasar di kota dan juallah seharga seratus ryo.”
Keesokan harinya laki-laki itu pergi ke kota. Kain tenunan itu ternyata segera laku dengan harga yang sesuai dengan kata istrinya. Karena girangnya, laki-laki itu tergesa-gesa pulang.
Setibanya dirumah, di dapati istrinya telah mengunci diri lagi dalam kamar tenun. Hanya bunyi alat tenun yang berderak-derak yang terdengar. Laki-laki itu heran dan bertanya-tanya, bagaimana istrinya dapat menenun kain yang indah itu tanpa menggunakan benang. Ia menjadi sangat melit dan akhirnya tak dapat di tahannya lagi keinginannya untuk mengintip. Diam-diam di dekatinya kamar itu, di carinya celah pada dindingnya lalu mengintip, melanggar janjinya.
Alangkah kagetnya ketika istrinya yang manis itu tidak dilihatnya di dalam kamar itu. tampak burung bangau putih polos sedang menenun kain dari bulunya yang di cabut dari badannya. Laki-laki itu kaget. Ia hendak menjerit. Untung masih dapat di tahannya. Karena merasa di intai, burung bangau itu segera berhenti menenun, membuka pintu kamar dan terhuyung-huyung mendekati laki-laki itu.
“suami sayang,” katanya. “ kini engkau tahu semuanya. Sekarang engkau tahu siapa aku sebenarnya. Karena terbuka rahasiaku, aku tak dapat tinggal di sini lagi. akulah burung bangau yang kau tolong dahulu. Untuk membalas budimu, aku ingin melayanimu dan menjadi seorang wanita. Tetapi sejak saat ini, pandanglah kain tenun yang setengah selesai ini sebagai pengganti diriku dan simpanlah sebagai kenangan indah.”
Sebelum laki-laki itu sempat menyambung pembicaraannya, terbanglah burung bangau itu meninggalkan pemuda itu selama-lamanya.
Posting Komentar